Monday, May 17, 2010

Situs Batu Jaya



Berdasarkan analisis bangunan dan peninggalan artefak yang ada, Batujaya merupakan

kompleks candi tertua di Pulau Jawa.

Situs Batujaya

Sebelum setengah abad yang lalu, dunia arkeologi memang sepi dari temuan yang

berarti. Namun sejak Situs Batujaya ditemukan pertama kali oleh warga di Desa

Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, para arkeologi

tercengang. Temuan itu boleh jadi merupakan prestasi terbesar di Asia selama 50

tahun terakhir ini.

Betapa tidak, berdasarkan riset para arkeolog dari Jurusan Arkeologi Universitas

Indonesia (UI), jumlah candi yang sudah diteliti (diekskavasi) di kawasan Batujaya

sejak ditemukan pada tahun 1984 hingga 2000 itu mencapai 11 candi.

Malah menurut riset yang digarap Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi

Nasional (P3AN), hingga 2006 lalu di kawasan itu ada sekitar 31 candi. Dua di

antaranya yang paling monumental adalah Candi Blandongan dan Candi Jiwa.

Keduanya berbentuk bujur sangkar dan bercorak Budha. Kedua candi tersebut sangat

berbeda dibandingkan candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dibuat dengan

bahan batu.

Candi Blandongan dan Jiwa tersusun dari bata merah yang konon dicampur dengan kulit

kerang. Maklum, ketika itu sangatlah sulit menemukan batuan andesit di lokasi yang

tak jauh dari pantai utara Jawa.

Sementara itu, lapisan dinding dan hiasan candinya menggunakan bahan yang unik,

yakni stuko atau campuran dari pasir, kerikil, dan kulit kerang. Candi Blandongan

berukuran lebih besar, dengan panjang dan lebar masing-masing 24,2 meter.

Candi bertingkat satu dengan satu stupa di tengahnya ini punya empat tangga yang

berfungsi sebagai pintu.

Menurut Hasan Djafar, arkelog dari UI yang menjadi Ketua Tim Penelitian Batujaya,

dengan desain arsitektur seperti itu, Candi Blandongan diduga merupakan candi utama

di kompleks Batujaya.

Sementara itu, Candi Jiwa yang berukuran panjang dan lebar masing- masing 19 meter

serta tinggi 4,7 meter itu tidak memiliki pintu dan tangga.

Bentuk semacam ini jelas tidak ditemukan pada candi manapun di Indonesia. Pada

bagian atas candi tersusun bata melingkar dengan ukuran diameter enam meter.

Para arkeolog menduga bangunan tersebut merupakan stupanya. Bentuk di bagian atas

laksana bunga padma atau teratai. Di tengahnya terdapat denah struktur melingkar

sebagai tempat stupa atau lapik patung Budha.

Candi Tertua Berdasarkan analisis bangunan dan peninggalan artefak yang ada, Djafar

yakin, Batujaya merupakan kompleks candi tertua di Pulau Jawa.

Alasannya, umur benda-benda bersejarah itu berasal dari abad ke-2 hingga ke-12.

Dengen demikian, Situs Batujaya berada di ambang batas masa prasejarah dan sejarah.

Seperti diketahui, batas masa prasejarah adalah sebelum tahun 400 Masehi. Beragam

benda kuno yang ditemukan antara lain arca, manikmanik (terbuat dari batu, kaca,

dan emas), serta tembikar yang berjumlah sekitar 10.000 buah.

Tembikar yang berupa perikuk, kuali, kendil, piring, mangkok, guci, tungku, bandul

jala, dan lain-lain ini berasal dari berbagai daerah dan negara.

Sementara itu, 30 fosil kerangka manusia yang ditemukan, berdasarkan analisis

arkeolog, berasal dari periode prasejarah yang disebut Buni Pottery Complex atau

Kompleks Tembikar Buni.

Buni merupakan bekas permukiman prasejarah yang punya tradisi menguburkan mayat

yang dibekali benda-benda berharga seperti gelang kaca, manik-manik (yang terbuat

dari kaca, batu, atau emas), dan lain-lain.

Buni ditemukan di dekat Kali Bekasi. Melalui berbagai penemuan mencengangkan itulah

wajar kalau para arkeolog menyimpulkan Situs Batujaya sebagai penemuan arkeologi

terbesar di Asia dalam 50 tahun terakhir ini.

Kini, Anda pun bisa menikmati jejak-jejak dan hasil karya nenek moyang kita yang

fenomenal itu. Apalagi, akses ke lokasi yang terletak di koordinat 6o 6’ 15” – 6o

6’ 17” Lintang Selatan dan 107o 9’ 1” – 107o 9’ 3” Bujur Timur itu mudah dijangkau.

Usai dipugar, Situs Batujaya semakin ramai dikunjungi masyarakat luas.

Apalagi menjelang hari raya Waisak, umat Budha memanfaatkan candi itu untuk

menggelar upacara suci tersebut. Tak cuma itu, warga non-Budha pun terlihat menaruh

sesaji di Candi Jiwa itu usai panen raya.

Menurut keterangan warga, pemberian sesaji itu merupakan bentuk terima kasih kepada

Dewi Sri atas panen padi yang berlimpah.

Menurut ajaran Hindu, semua yang mengatur masalah keberhasilan membudidayakan

tanaman padi tak terlepas dari peran Dewi Sri.

Lumbung Beras Terlepas dari mitos tersebut, faktanya Karawang memang dikenal

sebagai lumbung beras nasional. Tanahnya subur.

Para petani bebas menanam padi sepanjang tahun tanpa harus menunggu musim hujan

tiba. Karawang juga tak pernah dilanda kekeringan. Air irigasi yang berasal dari

Sungai Citarum itu mencukupi kebutuhan budidaya tanaman.

Citarum adalah sungai purba yang mengalir mulai dari hulu di Gunung Wayang, Malabar

hingga bermuara di Laut Jawa. Sungai yang memiliki lebar 40 hingga 60 meter di

bagian hilir ini berkelak-kelok dan mempunyai tiga anak sungai; Solo Bungin, Solo

Balukbuk, dan Muara Gembong. Selain itu, kawasan Batujaya juga dialiri tiga sungai

lainnya, yakni Pakis, Sukajaya, dan Cikiong.

Lokasi Situs Batujaya

Dengan kondisi topografi se macam ini, tak heran kalau di masa lampau Batujaya

dijadikan kawasan persawahan dan perkebunan. Karena lokasinya sangat dekat dengan

pantai (sekitar enam kilometer dari Candi Batujaya), sebagian penduduk tempo dulu

berprofesi sebagai nelayan.

Jejak itu terlihat jelas dengan adanya jaring bandul dan sisa-sisa merang yang

ditemukan di Candi Batujaya.

Berbekal berbagai temuan bendabenda purbakala itu, kita sebenarnya bisa

merekonstruksi masa lalu. Puluhan ribu tembikar yang ditemukan itu merupakan

representasi dari hiruk pikuknya berbagai kegiatan pertanian, perdagangan, dan

penangkapan ikan masa lalu.

Di sektor perdagangan misalnya, nenek moyang kita itu sudah menjalin hubungan

dagang dengan berbagai negara seperti Thailand, Vietnam, Cina, Eropa, dan India.

Tembikar Arikamedu yang ditemukan di Batujaya misalnya, sebenarnya berasal dari

pelabuhan kuno di India Selatan pada abad ke-1.

Mereka juga sudah mengenal stratifikasi sosial dan kepemimpinan jauh sebelum

Kerajaan Tarumanegara berdiri pada abad ke-5.

Transaksi perdagangan bukan hanya terjadi di daerah pantai. Melalui Sungai Citarum,

aneka barang kuno itu disalurkan hingga ke pedalaman-pedalaman.

Sumber: http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=43365



2 comments:

sulaiman mbah said...

Upami aya waktos, urang sarengan semedi di candi Batujaya kang...? Sowan ka karuhun sunda...

sulaiman mbah said...

Bismillahirrohmaanirrohiim. Asyhadu sahadat sunda...Ratu weruh tanpa guru. Pangeran waruga jagad anu nitih di bumi sunda......

Post a Comment